Resume Sejarah Bani Abbasiyah ( Khalifah)
NEGARA ABASSIYAH
Khalifah
Negara abassiyah dipimpin oleh seorang kholifah yang memegang semua kekuasaan. Khalifah dapat dan telah melimpahkan otoritas sipilnya kepada seorang kepada seorang wazir, otoritas pengadilan kepada seorang hakim (qadhi), tapi khalifah sendiri tetap menjadi pengambil keputusan akhir dalam semua urusan pemerintahan. Selain itu khalifah dibantu oleh seorang pejabat rumah tangga istana (hajib) yang bertugas memperkenalkan para utusan dan pejabat yang akan mengunjungi khalifah. Adapula seorang eksekutor yang berperan dalam penyiksaan tahanan.
Khalifah bani Abbasiyah menggunakan prinsip pergantian turun temurun dan menunjuk anak atau keluarganya yang lain sebagai putra mahkota.
Sumber Pemasukan Negara
Selain pajak sumber pendapatan negara yang lain adalah zakat yang merupakan satu-satunya pajak yang diwajibkan atas setiap orang Islam. Zakat dibebankan atas tanah produktif, hewan ternak, emas dan perak, barang dagangan dan harta milik lainnya yang mampu berkembang, baik secara alami maupuan setelah diusahakan.
Sumber pendapatan utama yang lainnya adalah pajak dari bangsa lain, uang tebusan, pajak perlindungan dari rakyat non muslim (jizyah) dan pajak yang diambil dari barang dagangan non muslim yang masuk ke wilayah Islam. Dari semua barang wajib pajak ini, pajak tanah selalu merupakan yang terbesar dan menjadi sumber utama pendapatan dari negara non muslim.
Biro-Biro Pemerintahan
Pada dinasti Abbasiyah telah dibuat biri-biro pemerintah yang terspesifikasi sebagai berikut:
Kepala pos surat memiliki tugas penting lainnya di samping menjaga surat-surat kerajaan dan mengawasi pembangunan berbagai sarana pos, ia juga menjadi agen mata-mata yang menangungjawabi semua layanan pos. Oleh karena itu gelarnya adalah shahib al-barid wa al-akhbar, kepala pos dan agen mata-mata. Dalam tugasnya ini ia berperan sebagai instruktur jendral dan mengepalai agen rahasia di pemerintahan pusat . kepala pos provinsi memberi laporan kepadanya atau langsung kepada khalifah tentang perilaku dan aktivitas para pejabat negara termasuk gubernur di provinsinya.
Khalifah al-manshur mempekerjakan para saudagar, pedagang keliling dan musafir untuk menjadi mata-matanya, al-rasyid dan khalifah lainnya juga melakukan hal yang sama.Al-Makmun diriwayatkan mempekerjakan sekitar 1700 wanita usia lanjut dalam sistem intelejen di Baghdad. Khalifah Abbasiyah juga mengirim mata-mata laki-laki maupun perempuan ke romawi dengan menyamar sebagai pedagang, turis dan dokter.
Sistem Organisasi Militer
Kekhalifahan arab tidak pernah memiliki pasukan regular dalam jumlah besar, terorganisir dengan baik, berdisiplin tinggi serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara regular. Pasukan pengawal khalifah (haras) mungkin merupakan satu-satunya pasukan tetap yang masing-masing mengepalai sekelompok pasukan. Selain mereka ada juga pasukan bayaran dan sukarelawan, serta sejumlah pasukan dari suku dan distrik. Pasukan tetap (jund) yang bertugas aktif disebut murtaziqah (pasukan yang dibayar berkala oleh pemerintah). Unit pasukan lainnya disebut muthawawwi’ah (sukarelawan) yang hanya menerima gaji ketika bertugas . Kelompok sukarelawan ini direkrut dari orang badui, para petani dan orang kota.
Pasukan regular pada masa awal-awal dinasti Abbasiyah terdiri ats pasukan infantry (harbiyah) yang bersenjatakan tombak, pedang dan perisai, pasukan pemanah (ramiyah) dan kavaleri (fursan) yang mengenakan pelindung kepala dan dada serta bersenjatakan tombak panjang dan kapak.
Seorang arsitek kondang Ibnu Shabir Al-Manjaniqi yang hidup pada pemerintahan Al Nashir (1180-1225 ) meninggalkan sebuah buku yang belum rampung tentang seni peperangan dengan semua tekniknya yang terperinci. Rumah sakit dan ambulance yang berbentuk gerobak yang ditarik oleh unta ikut mengiringi pasukan. Harun adalah khalifah pertama yang memperkenalkan gagasan tersebut dan menerapkan ilmu pengetahuan ke dalam kemiliteran.
Sepanjang abad hijriyah dinasti Abbasiyah menyandarkan kekuatanya kepada pasukan kuat dan loyal, yang bukan saja digunakan untuk meredam pemberontakan di Suriyah, Persia, dan Asia Tengah, tapi juga untuk memerangi Bizantium. Dalam sebuah naskah tentang taktik militer yang dinisbatkan kepada raja Leo VI yang bijak (886-912) diriwayatkan bahwa : “dari semua bangsa (berber) mereka (orang Saracen) adalah yg paling baik dan paling hebat dalam taktik militernya. Meski demikian, kenyataanya orang Bizantium memandang orang arab yang mereka sebut sebagi orang barbar dan kafir sebagai musuh mereka yang kuat. Namun pada abad ke 10 musuh besar itu menjadi semakin tidak berbahaya hingga pada akhirnya orang Bizantium justru terbiasa menyerang dan mengancam Damaskus dan Baghdad.
Merosotnya kekuatan militer dinasti Abbasiyah terjadi ketika Al Mutawakkil mulai membentuk unit-unit pasukan asing. Kebijkan itu merusak kondisi yang dibutuhkan untk menjaga moral dan semangat pasukan. Kemudian Al Muqtadir (908-932) mengeluarkan kebijakan berupa penyerangan otonomi provinsi kepada gubernur dan komandan militer yang harus membayar pasukan mereka dari anggaran provinsi, bukan dari kas negara yang terus merosot.
Administrasi Wilayah Pemerintahan
Provinsi dinasti Abbasiyah mengalami perubahan pada masa ke masa dan klasifikasi politik juga tidak terlalu terkait dengan klasifikasi geografis seperti yang terekam dalam karya Al-Isthakhari, Ibnu Hawqal, Ibnu Al-Faqih dan karya-karya sejenis, tapi berikut ini merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal kekhalifaan Baghdad:
1. Afrika
2. Mesir
3. Suriyah dan palestina
4. Hijaz dan yamamah
5. Yaman dan arab selatan
6. Bakhrain dan oman
7. Sawad atau Iraq
8. Jazirah
9. Azer baijan
10. Jibal p
11. Kuzistan
12. Faris
13. Karman
14. Mukran
15. Sijista atau
16. Quhistan,
17. Kumis,
18. Tabaristan,
19. Jurjan
20. Armenia
21. Khurasan
22. Khwarizm
23. Shougda
24. Farganah, Tashken dan daerah Turki lainnya.
Meskipun tidak di kehendaki oleh ibu kota kerajaan proses desentralisasi merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan dari wilayah yang sedemikian luas itu. Selain itu karena sulitnya sarana komunikasi pada masa itu. dalam persoalan local otoritas gubernur sangat dominan dan jabatannya bisa diwariskan. Secara teoritis ia memegang jabatan tersebut selama ia disenangi oleh wazir, yang merekomendasikan pengangkatannya kepada khalifah dan ia akan diturunkan dari jabatannya jika wazir itu diganti. Tentang urusan gubernur Al-Mawardi membedakan antara 2 jenis jabatan gubernur : imarah amah (amir umum) yang memiliki kekuasan tertinggi untuk mengatur urusan militer, mengangkat dan mengawasi hakim pengadilan, memungut pajak , memelihara ketertiban, menjaga mazhab resmi negara dari segala bentuk penyimpangan, menata administrasi kepolisian dan menjadi imam salat jum’at dan gubernur yang memilliki otoritas khusus yang tidak memiliki otoritas peradilan dan perpajakan.
Khalifah
Negara abassiyah dipimpin oleh seorang kholifah yang memegang semua kekuasaan. Khalifah dapat dan telah melimpahkan otoritas sipilnya kepada seorang kepada seorang wazir, otoritas pengadilan kepada seorang hakim (qadhi), tapi khalifah sendiri tetap menjadi pengambil keputusan akhir dalam semua urusan pemerintahan. Selain itu khalifah dibantu oleh seorang pejabat rumah tangga istana (hajib) yang bertugas memperkenalkan para utusan dan pejabat yang akan mengunjungi khalifah. Adapula seorang eksekutor yang berperan dalam penyiksaan tahanan.
Khalifah bani Abbasiyah menggunakan prinsip pergantian turun temurun dan menunjuk anak atau keluarganya yang lain sebagai putra mahkota.
Sumber Pemasukan Negara
Selain pajak sumber pendapatan negara yang lain adalah zakat yang merupakan satu-satunya pajak yang diwajibkan atas setiap orang Islam. Zakat dibebankan atas tanah produktif, hewan ternak, emas dan perak, barang dagangan dan harta milik lainnya yang mampu berkembang, baik secara alami maupuan setelah diusahakan.
Sumber pendapatan utama yang lainnya adalah pajak dari bangsa lain, uang tebusan, pajak perlindungan dari rakyat non muslim (jizyah) dan pajak yang diambil dari barang dagangan non muslim yang masuk ke wilayah Islam. Dari semua barang wajib pajak ini, pajak tanah selalu merupakan yang terbesar dan menjadi sumber utama pendapatan dari negara non muslim.
Biro-Biro Pemerintahan
Pada dinasti Abbasiyah telah dibuat biri-biro pemerintah yang terspesifikasi sebagai berikut:
- Biro pajak
- Dewan pengawas (diwan al-ziman)
- Dewan korespondensi atau kantor arsip (diwan al-tawqi)
- Dewan penyelidik keluhan (diwan al-nazhar fi al-mazhalim)Adalah sejenis pengadilan tingkat banding atau pengadilan tingkat tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif dan politik
- Departemen kepolisian (diwan al-syurthah)
- Dewan administratif & politik
- Departemen Pos ( shahib al barid )
Kepala pos surat memiliki tugas penting lainnya di samping menjaga surat-surat kerajaan dan mengawasi pembangunan berbagai sarana pos, ia juga menjadi agen mata-mata yang menangungjawabi semua layanan pos. Oleh karena itu gelarnya adalah shahib al-barid wa al-akhbar, kepala pos dan agen mata-mata. Dalam tugasnya ini ia berperan sebagai instruktur jendral dan mengepalai agen rahasia di pemerintahan pusat . kepala pos provinsi memberi laporan kepadanya atau langsung kepada khalifah tentang perilaku dan aktivitas para pejabat negara termasuk gubernur di provinsinya.
Khalifah al-manshur mempekerjakan para saudagar, pedagang keliling dan musafir untuk menjadi mata-matanya, al-rasyid dan khalifah lainnya juga melakukan hal yang sama.Al-Makmun diriwayatkan mempekerjakan sekitar 1700 wanita usia lanjut dalam sistem intelejen di Baghdad. Khalifah Abbasiyah juga mengirim mata-mata laki-laki maupun perempuan ke romawi dengan menyamar sebagai pedagang, turis dan dokter.
- Biro peradilan
Sistem Organisasi Militer
Kekhalifahan arab tidak pernah memiliki pasukan regular dalam jumlah besar, terorganisir dengan baik, berdisiplin tinggi serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara regular. Pasukan pengawal khalifah (haras) mungkin merupakan satu-satunya pasukan tetap yang masing-masing mengepalai sekelompok pasukan. Selain mereka ada juga pasukan bayaran dan sukarelawan, serta sejumlah pasukan dari suku dan distrik. Pasukan tetap (jund) yang bertugas aktif disebut murtaziqah (pasukan yang dibayar berkala oleh pemerintah). Unit pasukan lainnya disebut muthawawwi’ah (sukarelawan) yang hanya menerima gaji ketika bertugas . Kelompok sukarelawan ini direkrut dari orang badui, para petani dan orang kota.
Pasukan regular pada masa awal-awal dinasti Abbasiyah terdiri ats pasukan infantry (harbiyah) yang bersenjatakan tombak, pedang dan perisai, pasukan pemanah (ramiyah) dan kavaleri (fursan) yang mengenakan pelindung kepala dan dada serta bersenjatakan tombak panjang dan kapak.
Seorang arsitek kondang Ibnu Shabir Al-Manjaniqi yang hidup pada pemerintahan Al Nashir (1180-1225 ) meninggalkan sebuah buku yang belum rampung tentang seni peperangan dengan semua tekniknya yang terperinci. Rumah sakit dan ambulance yang berbentuk gerobak yang ditarik oleh unta ikut mengiringi pasukan. Harun adalah khalifah pertama yang memperkenalkan gagasan tersebut dan menerapkan ilmu pengetahuan ke dalam kemiliteran.
Sepanjang abad hijriyah dinasti Abbasiyah menyandarkan kekuatanya kepada pasukan kuat dan loyal, yang bukan saja digunakan untuk meredam pemberontakan di Suriyah, Persia, dan Asia Tengah, tapi juga untuk memerangi Bizantium. Dalam sebuah naskah tentang taktik militer yang dinisbatkan kepada raja Leo VI yang bijak (886-912) diriwayatkan bahwa : “dari semua bangsa (berber) mereka (orang Saracen) adalah yg paling baik dan paling hebat dalam taktik militernya. Meski demikian, kenyataanya orang Bizantium memandang orang arab yang mereka sebut sebagi orang barbar dan kafir sebagai musuh mereka yang kuat. Namun pada abad ke 10 musuh besar itu menjadi semakin tidak berbahaya hingga pada akhirnya orang Bizantium justru terbiasa menyerang dan mengancam Damaskus dan Baghdad.
Merosotnya kekuatan militer dinasti Abbasiyah terjadi ketika Al Mutawakkil mulai membentuk unit-unit pasukan asing. Kebijkan itu merusak kondisi yang dibutuhkan untk menjaga moral dan semangat pasukan. Kemudian Al Muqtadir (908-932) mengeluarkan kebijakan berupa penyerangan otonomi provinsi kepada gubernur dan komandan militer yang harus membayar pasukan mereka dari anggaran provinsi, bukan dari kas negara yang terus merosot.
Administrasi Wilayah Pemerintahan
Provinsi dinasti Abbasiyah mengalami perubahan pada masa ke masa dan klasifikasi politik juga tidak terlalu terkait dengan klasifikasi geografis seperti yang terekam dalam karya Al-Isthakhari, Ibnu Hawqal, Ibnu Al-Faqih dan karya-karya sejenis, tapi berikut ini merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal kekhalifaan Baghdad:
1. Afrika
2. Mesir
3. Suriyah dan palestina
4. Hijaz dan yamamah
5. Yaman dan arab selatan
6. Bakhrain dan oman
7. Sawad atau Iraq
8. Jazirah
9. Azer baijan
10. Jibal p
11. Kuzistan
12. Faris
13. Karman
14. Mukran
15. Sijista atau
16. Quhistan,
17. Kumis,
18. Tabaristan,
19. Jurjan
20. Armenia
21. Khurasan
22. Khwarizm
23. Shougda
24. Farganah, Tashken dan daerah Turki lainnya.
Meskipun tidak di kehendaki oleh ibu kota kerajaan proses desentralisasi merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan dari wilayah yang sedemikian luas itu. Selain itu karena sulitnya sarana komunikasi pada masa itu. dalam persoalan local otoritas gubernur sangat dominan dan jabatannya bisa diwariskan. Secara teoritis ia memegang jabatan tersebut selama ia disenangi oleh wazir, yang merekomendasikan pengangkatannya kepada khalifah dan ia akan diturunkan dari jabatannya jika wazir itu diganti. Tentang urusan gubernur Al-Mawardi membedakan antara 2 jenis jabatan gubernur : imarah amah (amir umum) yang memiliki kekuasan tertinggi untuk mengatur urusan militer, mengangkat dan mengawasi hakim pengadilan, memungut pajak , memelihara ketertiban, menjaga mazhab resmi negara dari segala bentuk penyimpangan, menata administrasi kepolisian dan menjadi imam salat jum’at dan gubernur yang memilliki otoritas khusus yang tidak memiliki otoritas peradilan dan perpajakan.
Komentar
Posting Komentar